Seorang cendekiawan terkemuka Cina terlihat mengkonfrontasi seorang pejabat Israel terkait serangan militer di Gaza
Seorang cendekiawan terkemuka Cina terlihat mengkonfrontasi seorang pejabat Israel terkait serangan militer di Gaza dalam sebuah video yang kini viral di media sosial.
Yan Xuetong, dekan Institut Hubungan Internasional Universitas Tsinghua, berselisih dengan Elad Shoshan, atase militer kedutaan Israel di Beijing, pada forum tahunan Xiangshan di Beijing pada Rabu seperti dilansir The Independent pada Jumat.
Di sela-sela forum pertahanan tahunan tersebut, Yan mengkonfrontasi perwakilan militer tersebut, dengan mengatakan bahwa Israel seharusnya hanya menembak “para teroris”.
“Bukan anak-anak! Bukan perempuan! Ketika Anda [menembak] perempuan dan anak-anak, Anda kehilangan legitimasi untuk melakukan tindakan apa pun karena alasan itu,” kata cendekiawan tersebut dalam video yang viral di media sosial Cina, Weibo dan X.
Yan kemudian menggunakan perampokan bank sebagai analogi dan bertanya kepada Shoshan apakah petugas polisi harus membunuh para sandera untuk menangkap para penjahat.
Dalam percakapan tersebut, Shoshan mengklaim bahwa Israel melakukan “semua yang kami bisa, bukan untuk menyakiti warga sipil”.
Yan membalas, menyebut Israel membunuh “lebih dari 70.000 warga sipil”.
“Fakta itu tidak diputuskan oleh Anda… faktanya diputuskan oleh komunitas internasional. Bukan diputuskan oleh pemerintah Anda. Pemerintah Anda tidak memiliki legitimasi [atau] hak untuk memutuskan atau membela apa yang merupakan fakta,” ujar Yan.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB pekan ini menyimpulkan bahwa Israel melakukan genosida di Gaza, mengeluarkan laporan yang menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengakhirinya dan mengambil langkah-langkah untuk menghukum mereka yang bertanggung jawab atasnya.
Terlepas dari temuan tersebut, militer Israel terus meningkatkan serangan daratnya di Kota Gaza, memaksa lebih dari seperempat juta warga Palestina mengungsi dari wilayah tersebut.
Komunitas internasional dan organisasi global telah mendesak militer Israel untuk membatalkan rencananya merebut kota tersebut, memperingatkan bahwa serangan semacam itu dapat semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan.
Yan menyarankan agar Israel pergi ke PBB dan menyetujui solusi dua negara untuk mendirikan negara Palestina.
“Setelah Anda memiliki dua negara, Anda dapat bekerja sama dengan Palestina untuk melawan teroris. Jika Anda tidak bekerja sama dengan Palestina, Anda tidak akan pernah bisa memenangkan perang melawan teroris,” kata cendekiawan tersebut.
Shoshan membantah tuduhan tersebut, menambahkan bahwa perang akan berakhir ketika Hamas membebaskan sandera Israel dan menyerahkan senjatanya. Yan menanggapi dengan mengatakan bahwa “propaganda” semacam itu telah “terlalu banyak” dan “tidak ada yang mempercayainya, kecuali beberapa orang Israel”.
Serangan Israel selama dua tahun di Gaza telah menewaskan lebih dari 65.200 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan di Jalur Gaza.
Pekan lalu, Majelis Umum PBB memberikan suara mayoritas untuk mendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina dan mendesak Israel untuk berkomitmen pada negara Palestina.
Resolusi tersebut melibatkan pembentukan Negara Palestina yang layak dan berdaulat, pelucutan senjata Hamas dan pengucilannya dari pemerintahan di Gaza, serta normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab setelah serangan Israel terhadap Qatar.
Sebelumnya, diplomat tinggi Cina Wang Yi mencatat bahwa Gaza adalah milik rakyat Palestina. “Itu adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Palestina. Mengubah statusnya dengan cara paksa tidak akan membawa perdamaian, melainkan hanya kekacauan baru,” ujar Wang.
Cina pada Kamis mengecam tuduhan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa Beijing membantu mengatur “blokade politik” terhadap Israel.
“Cina terkejut dengan pernyataan pemimpin Israel tersebut,” kata Kedutaan Besar Cina di Israel, menyebut klaim tersebut tidak berdasar, yang “merusak hubungan Cina-Israel, dan merupakan sesuatu yang sangat dikhawatirkan dan ditentang keras oleh Cina”.
Berbicara di hadapan delegasi besar pejabat AS awal pekan ini, Netanyahu menuduh Cina dan Qatar “mengatur serangan terhadap Israel… [melalui] media sosial dunia Barat dan Amerika Serikat.”
Ia mengatakan kepada i24News: “Saat ini ada upaya untuk memberlakukan blokade terhadap Israel oleh berbagai entitas dan negara, yang dipimpin oleh Qatar. Pertama-tama, blokade media yang didanai dengan dana yang sangat besar, baik dari Qatar maupun dari negara lain seperti Cina.”